Senin, 05 Desember 2011

Kajian Kritis

BUDAYA MENULIS BAGI GURU

Tulisan dari Untung Sutikno S.Pd, seorang guru dari Kabupaten Brebes tentang “Budaya Menulis di Kalangan Guru, Cermin Sebuah Keprihatinan” akan lemahnya guru untuk mengasah kompetensi menulis.  Artikel ini menjabarkan tentang beberapa kelemahan guru, terutama yang tidak mengasah kompetensinya untuk menulis. Menurut Untung, kegiatan menulis tidak hanya menulis dalam bentuk artikel yang dikirim ke media massa, akan tetapi menulis dalam ujud yang lebih sederhana dan dekat dengan kehidupan pekerjaan seperti membuat RPP, membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mendukung kegiatan belajar mengajar.
Untung mengungkapkan beberapa sebab yang menjadikan guru tidak membudayakan menulis antara lain; 1) kurangnya budaya membaca yang baik, 2) motivasi yang rendah untuk menulis, 3) miskin gagasan, 4) kurangnya keberanian untuk menulis.
Tulisan Untung tersebut nampaknya ingin menyiratkan ungkapan hatinya yang prihatin akan kondisi ini. Namun, apakah sebenarnya yang tersirat di dalam tulisan tersebut?
Sedikit guru yang memahami kegiatan menulis tersebut sebagai bagian dari kehidupan kerja mereka. Profesionalisme guru dapat diukur dari motivasi yang besar untuk melakukan kegiatan menulis diawali dari pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sebenarnya sudah menjadi makanan sehari-hari seorang guru ketika akan mengajar. Penyusunan RPP membutuhkan sebuah kreatifitas dari guru tersebut dalam merangkai kata dan menyusun kegiatan belajar yang sesuai dengan angan-angan dan dituangkan dalam bentuk gagasan tertulis. Penyusunan RPP dapat dikatakan sebagai permulaan kegiatan menulis. Kegiatan ini dapat pula dikatakan sebagai dasar atau permulaan para guru untuk memulai menulis. Mengapa demikian? Karena RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencpai satu kompetensi dasar yang diterapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.
Tahapan berikutnya dapat lebih meningkat dengan adanya kegiatan menulis ungkapan perasaan akan keberlangsungan kegiatan pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan learning journal (jurnal belajar) sebagai media dalam menuangkan ungkapan perasaan akan kegiatan belajar mengajar yang sudah berlangsung.  Jurnal belajar mengikuti aturan-aturan yang dapat dijadikan pedoman dalam penulisannya, sehingga guru tidak mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaan, ide dan pemikiran yang ketika itu muncul. Ide atau pemikiran tersebut dapat berupa sebuah harapan dan solusi pada kesulitan penerapan pembelajaran dikelas yang tertuang dalam bentuk tulisan.
Artikel yang ditulis oleh Untung juga memberikan gambaran sekilas tentang implementasi dari PermenPan Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Professional Guru dan Angka Kreditnya. Bab VII tentang Rincian Kegiatan  dan Unsur yang dinilai menguraikan secara rinci akan kegiatan dalam penulisan karya ilmiah dan unsur-unsur yang dinilai. Nampaknya PermenPan ini merupakan senjata ampuh untuk mendongkrak motivasi menulis para guru menuju kegiatan menulis dan kompetensi menulis tingkat tinggi dengan cara membuat karya ilmiah. Oleh sebab itu, PermenPan ini betul-betul digodok dan akan diimplementasikan pada tahun 2013 dan sudah mulai disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dari tingkat kabupaten sampai dengan tingkat nasional, dengan tujuan agar ada kesiapan dalam penggarapannya kelak. Pada akhirnya, dengan dikeluarkannya PermenPan ini, akan mengurangi kelemahan guru untuk membaca.
Penyebab rendahnya kompetensi menulis para guru yang diungkapkan oleh Untung, menjadi faktor-faktor yang menimbulkan keprihatinan dia. Bagaimana tidak? Guru yang seharusnya mengawali kegiatan belajar mengajar di kelas dengan membaca, kenyataannya sangat sedikit guru yang membaca materi yang akan diajarkan terutama ilmu-ilmu social. Guru yang seharusnya menuangkan hasil kegiatan membacanya ke dalam RPP, tidak menuangkannya secara benar.
Kajian tentang “Budaya Menulis di Kalangan Guru, Cermin Sebuah Keprihatinan” ini telah mengungkapkan kondisi nyata dari rendahnya kompetensi guru untuk menulis. Artikel ini pula yang nampaknya dapat dijadikan sebagai sebuah refleksi para guru untuk segera bangkit dari keterpurukan. Keterpurukan ini berupa mandulnya hasil karya berupa tulisan dari guru yang menjadi ungkapan gagasan/ide dan perasaan seorang guru.
Pada akhir pembahasan ini, harapan adanya peningkatan kompetensi guru di bidang menulis berbagai bentuk karya ilmiah atau pada tingkat dasar dengan menyusun RPP sendiri, dapat mengubah paradigma dan dapat semakin menunjukkan kepada masyarakat bahwa guru dengan segala perangkat intelegensia yang telah dimilikinya dapat semakin melengkapi atribut profesionalisme kinerja guru di dunia pendidikan.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda